Oleh : Friscilia Vita Anggraini
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, BEM Fisip Universitas Muhammadiyah Jember
Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan dengan penuh semangat dan kebanggaan. Namun, di balik gegap gempita perayaan tersebut, sejenak kita perlu merenung dan merefleksikan makna sebenarnya dari kemerdekaan. Kemerdekaan bukan hanya tentang terlepasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan, tetapi juga tentang bagaimana setiap warga negara, tanpa terkecuali, dapat menikmati hak-hak dasar yang seharusnya mereka terima. Salah satu hak fundamental yang menjadi simbol dari kemerdekaan itu sendiri adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, realitas yang kita hadapi saat ini masih jauh dari harapan tersebut, terutama jika kita melihat kondisi pendidikan di berbagai pelosok negeri. Salah satu contoh nyata yang mencerminkan tantangan ini adalah SDN Andongrejo 04, sebuah sekolah dasar yang terletak di daerah terpencil di Kabupaten Jember. Sekolah ini menggambarkan betapa tidak meratanya akses pendidikan di Indonesia, meskipun kita sudah hampir 79 tahun merdeka. Dengan hanya lima siswa yang terdaftar, SDN Andongrejo 04 menjadi bukti betapa sulitnya bagi anak-anak di daerah terbelakang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya jumlah siswa yang sedikit, tetapi kondisi infrastruktur yang tersedia juga jauh dari kata memadai. Infrastruktur di SDN Andongrejo 04 sangat terbatas. Sekolah ini mengandalkan listrik tenaga surya yang sayangnya tidak selalu mencukupi kebutuhan harian. Tanpa akses listrik yang stabil, berbagai kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu. Selain itu, tidak adanya akses internet membuat sekolah ini semakin tertinggal dalam era digital yang semakin maju. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, ketidakadaan akses internet di sekolah-sekolah seperti SDN Andongrejo 04 memperlebar kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah terpencil.
Masalah yang dihadapi oleh SDN Andongrejo 04 tidak berhenti di situ. Ketika musim hujan tiba, tantangan yang dihadapi menjadi semakin kompleks. Jalan menuju sekolah yang berlumpur dan licin membuat siswa-siswa sulit untuk mencapai sekolah. Tidak jarang, para guru harus menjemput siswa satu per satu dari rumah mereka agar mereka bisa sampai ke sekolah dengan selamat. Hal ini tentunya menguras tenaga dan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk proses belajar mengajar. Lebih parah lagi, sering kali kegiatan belajar mengajar harus dibatalkan sepenuhnya karena cuaca yang tidak mendukung. Kondisi yang dihadapi oleh SDN Andongrejo 04 ini sangat kontras dengan cita-cita kemerdekaan yang diimpikan oleh para pendiri bangsa. Mereka bermimpi tentang Indonesia yang merdeka, di mana setiap anak, tanpa memandang latar belakang atau tempat tinggal, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa mimpi ini masih jauh dari kenyataan. Anak-anak di SDN Andongrejo 04, seperti banyak anak di daerah terpencil lainnya, masih harus berjuang untuk mendapatkan hak dasar mereka yang seharusnya dijamin oleh negara. Yang lebih menyedihkan, hingga saat ini, siswa-siswa di SDN Andongrejo 04 belum pernah mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan pendidikan mereka. Padahal, beasiswa tersebut bisa menjadi salah satu solusi untuk membantu mereka mengatasi berbagai kendala yang ada. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah, masa depan anak-anak ini menjadi semakin tidak pasti. Mereka mungkin akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketidakberdayaan, yang seharusnya bisa diputus dengan pendidikan.
Situasi ini seharusnya menjadi alarm bagi kita semua, terutama bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan, untuk segera mengambil tindakan. Kemerdekaan yang kita peringati setiap tahun harusnya menjadi momentum untuk merenungkan kembali sejauh mana kita sudah mewujudkan cita-cita para pahlawan kita. Apakah kita sudah benar-benar merdeka, ataukah kemerdekaan kita masih sebatas slogan tanpa makna yang nyata bagi mereka yang berada di pelosok negeri?. SDN Andongrejo 04 adalah cermin dari berbagai tantangan yang masih dihadapi oleh banyak sekolah di daerah terpencil di Indonesia. Meski demikian, cermin ini juga mengajarkan kita untuk tidak menyerah dan terus berjuang demi mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas untuk seluruh rakyat Indonesia. Kemerdekaan yang sejati hanya bisa dirasakan jika setiap anak di negeri ini, termasuk yang berada di pelosok seperti Andongrejo, bisa menikmati hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Melihat kondisi tersebut, menggerakkan para mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Kabinet Pelopor Muda Universitas Muhammadiyah Jember. Dengan semangat pengabdian yang tinggi, para mahasiswa ini tidak hanya hadir untuk memberikan bantuan materiil, tetapi juga menyumbangkan ilmu dan waktu mereka demi menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan. Salah satu bentuk kontribusi yang diberikan adalah bantuan berupa bantuan formil dan materil sangat dibutuhkan oleh para siswa di SDN Andongrejo 04. Di sekolah-sekolah terpencil seperti ini, sering kali alat tulis dan buku pelajaran menjadi barang yang langka, karena keterbatasan dana dan akses. Bantuan ini, meskipun tampak sederhana, memiliki dampak yang besar dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Namun, kontribusi mahasiswa BEM FISIP Kabinet Pelopor Muda tidak berhenti pada bantuan fisik saja. Para mahasiswa memberikan pelatihan dan berbagi pengetahuan dengan para guru di sekolah ini. Di tengah keterbatasan infrastruktur dan sumber daya, para guru di SDN Andongrejo 04 harus berinovasi untuk memastikan bahwa siswa-siswa mereka mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Para mahasiswa berdiskusi dengan guru terkait dengan metode pembelajaran yang lebih kreatif dan efektif, yang diharapkan dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh siswa.
SDN Andongrejo 04 mungkin hanya satu dari sekian banyak sekolah di Indonesia yang mengalami kondisi serupa. Masih banyak sekolah lain di berbagai pelosok negeri yang menghadapi tantangan yang sama, atau bahkan lebih berat. Namun, dengan adanya intervensi seperti ini, kita dapat melihat harapan bagi masa depan pendidikan di daerah-daerah terpencil. Intervensi ini, meskipun kecil, bisa menjadi langkah awal menuju perubahan yang lebih besar. Dengan semangat gotong royong dan kepedulian dari semua pihak, kita dapat mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang sebenarnya: ‘keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia’.